Ayat 87-88: Kisah Nabi Yunus ‘alaihis salam.
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (٨٧)فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (٨٨
Terjemah Surat Al Anbiya Ayat 87-95
87. [1]Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah[2], lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya[3], maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap[4], "Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim[5]."
88. Maka Kami kabulkan doanya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan[6]. Dan demikianlah[7] Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman[8].
Ayat 89-91: Kisah Nabi Zakariyya, Nabi Yahya dan Nabi ‘Isa ‘alaihimus salam.
وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ (٨٩)فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ (٩٠) وَالَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهَا مِنْ رُوحِنَا وَجَعَلْنَاهَا وَابْنَهَا آيَةً لِلْعَالَمِينَ (٩١
Terjemah Surat Al Anbiya Ayat 89-91
89. Dan (ingatlah kisah) Zakaria, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri[9] dan Engkaulah ahli waris yang terbaik[10].”
90. Maka Kami kabulkan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung[11]. [12]Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan[13] dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas[14]. Dan mereka orang-orang yang khusyu' kepada Kami[15].
91. Dan (ingatlah kisah Maryam) yang memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan (roh) dari Kami ke dalam (tubuh)nya[16]; Kami jadikan dia dan anaknya sebagai tanda kekuasaan Allah bagi seluruh alam[17].
Ayat 92-95: Agama Allah adalah satu yaitu Islam, dan sikap manusia terhadapnya.
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ (٩٢) وَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ كُلٌّ إِلَيْنَا رَاجِعُونَ (٩٣) فَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِ وَإِنَّا لَهُ كَاتِبُونَ (٩٤) وَحَرَامٌ عَلَى قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا أَنَّهُمْ لا يَرْجِعُونَ (٩٥
Terjemah Surat Al Anbiya Ayat 92-95
92. [18]Sungguh, (agama Tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu[19], dan Aku adalah Tuhanmu[20], maka sembahlah Aku.
93. [21]Tetapi mereka terpecah belah dalam urusan (agama) mereka di antara mereka[22]. Masing-masing (golongan itu semua) akan kembali kepada Kami[23].
94. Barang siapa mengerjakan amal saleh[24], dan dia beriman[25], maka usahanya tidak akan diingkari (disia-siakan)[26], dan sungguh, Kamilah yang mencatat untuknya[27].
95. Dan tidak mungkin bagi (penduduk) suatu negeri yang telah Kami binasakan, bahwa mereka tidak akan kembali (kepada Kami)[28].
[1] Yakni ingatlah hamba dan rasul Kami Dzunnun, yaitu Yunus bin Mata dengan menyebutkan kebaikannya dan memujinya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengutusnya kepada penduduk Neinawa dan mengajak mereka beriman, namun ternyata mereka tidak beriman, maka Beliau mengancam mereka dengan azab yang akan turun setelah berlalu tiga hari. Ketika azab datang, dan mereka menyaksikannya dengan mata kepala, maka mereka keluar ke gurun membawa anak-anak dan hewan ternak mereka, lalu mereka bersama-sama berdoa kepada Allah dengan merendahkan diri kepada-Nya dan bertobat, maka Allah angkat azab itu dari mereka sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Ketika mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.” (Terj. Yunus: 98) dan firman-Nya, “Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih.---Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.” (Terj. Ash Shaffaat: 147-148) Kaum Yunus akhirnya beriman, akan tetapi Yunus pergi meninggalkan kaumnya karena marah kepada mereka padahal Allah belum mengizinkan, Beliau pergi bersama beberapa orang menaiki perahu dan ketika itu datang ombak yang besar, mereka pun khawatir akan tenggelam, maka mereka melakukan undian untuk melempar salah seorang di antara mereka ke laut agar beban perahu semakin ringan, ternyata hasil undian tertuju kepada Yunus, lalu mereka enggan melemparnya, maka mereka mengulangi lagi, dan ternyata tertuju kepada Yunus lagi, namun mereka tetap enggan melemparnya, maka dilakukan undian sekali lagi dan ternyata hasil undian tetap jatuh kepada Yunus, maka Yunus berdiri dan melepas pakaiannya lalu melemparkan dirinya ke laut, dan Allah telah mengirimkan ikan besar, maka ikan itu datang menelan Yunus. Allah mewahyukan kepada ikan itu agar tidak memakan dagingnya dan tidak meremukkan tulangnya karena Yunus bukanlah rezeki untuknya, perutnya hanyalah sebagai penjara baginya. Ada yang berpendapat, bahwa Beliau tinggal dalam perut ikan selama 40 hari. Ketika Beliau mendengar ucapan tasbih dari batu kerikil di tempatnya itu, maka Beliau mengucapkan, “Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.” Beliau mengakui keberhakan Allah untuk diibadahi dan menyucikan-Nya dari segala aib dan kekurangan serta mengakui kezaliman dirinya, maka Allah mengabulkan doanya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah,---Niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.--- Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit.--- Dan Kami tumbuhkan untuknya sebatang pohon dari jenis labu.” (Terj. Ash Shaaffaat: 143-146).
[2] Kepada kaumnya.
[3] Yakni memutuskan baginya untuk ditahan dalam dalam perut ikan atau menyempitkannya.
[4] Yang dimaksud dengan keadaan yang sangat gelap ialah di dalam perut ikan, di dalam laut dan di malam hari.
[5] Karena meninggalkan kaumku tanpa izin-Mu.
[6] Karena kalimat yang diucapkannya itu.
[7] Yakni sebagaimana Kami telah menyelamatkan dia.
[8] Maksudnya, dari penderitaan mereka ketika mereka berdoa memohon pertolongan kepada Kami. Hal ini merupakan janji dan kabar gembira dari Allah untuk setiap mukmin yang sedang menderita, bahwa Allah akan menyelamatkannya, menghilangkan deritanya dan meringankannya karena keimanan yang ada dalam dirinya sebagaimana yang Dia lakukan terhadap Yunus ‘alaihis salam.
[9] Maksudnya, tidak mempunyai keturunan yang mewarisi. Beliau berdoa demikian ketika merasa ajalnya sudah dekat dan khawatir tidak ada yang menggantikannya berdakwah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan mengurus masyarakat.
[10] Maksud Nabi Zakaria adalah seandainya Allah tidak mengabulkan doanya, yakni memberikan keturunan, maka dia (Zakaria) menyerahkan dirinya kepada Allah karena Dia ahli waris yang paling baik, yang kekal setelah semuanya binasa. Meskipun demikian, Zakaria menginginkan sesuatu yang menenangkan hatinya dan melegakan jiwanya, yaitu agar dikaruniakan kepadanya seorang anak untuk menggantikannya berdakwah kepada Allah.
[11] Setelah sebelumnya mandul berkat doa Zakaria. Inilah di antara pentingnya mencari teman hidup yang saleh agar mendapatkan pula kebaikannya.
[12] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan para nabi dan rasul secara sendiri-sendiri, maka Allah puji mereka secara umum.
[13] Yakni ketaatan. Mereka segera melakukannya pada waktu-waktu yang utama, menyempurnakannya dan tidak meninggalkan satu keutamaan pun yang mampu dilakukan kecuali dilakukannya serta memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.
[14] Maksudnya, mereka meminta kepada Allah dalam hal yang yang diinginkan yang terkait dengan maslahat dunia dan akhirat, serta berlindung kepada-Nya dari sesuatu yang tidak diinginkan yang ada di dunia dan akhirat. Mereka berharap dan cemas, tidak lalai dan tidak mengulur-ulur. Menurut Ats Tsauri, maksud dengan harap dan cemas adalah, bahwa mereka mengharapkan apa (kenikmatan) yang ada di sisi-Nya dan takut terhadap azab di sisi-Nya.
[15] Dalam ibadahnya. Hal ini karena tingginya ma’rifat (pengenalan) mereka terhadap Tuhan mereka.
[16] Jibril datang kepadanya dalam wujud seorang laki-laki yang sempurna, lalu karena ketinggian ‘iffah (kesucian) diri Maryam, ia berkata, “Aku berlindung kepada Tuhan yang Maha Pengasih dari kamu, jika kamu seorang yang bertakwa,” maka Allah memberikan balasan terhadap amalnya yang salih dan mengaruniakan anak tanpa bapak, bahkan dengan tiupan Jibril yang meniup ke dalam leher baju Maryam, lalu Maryam mengandung Isa ‘alaihis salam dengan izin Allah.
[17] Karena dia lahir tanpa ada bapak, dan yang demikian adalah mudah bagi Allah, sebagaimana Dia menciptakan Adam tanpa ibu dan bapak dan menciptakan Hawa’ dari tulang rusuk Adam. Demikian pula terdapat tanda kekuasaan Allah, yaitu ketika anak Maryam Isa ‘alaihis salam dapat berbicara di masa buaian, dibersihkan-Nya Maryam dari tuduhan zina yang ditujukan kepadanya, dan diberikan mukjizat kepada anaknya.
[18] Setelah Allah menyebutkan semua para nabi, Dia berfirman kepada semua manusia.
[19] Yani para rasul yang telah disebutkan adalah satu umat dengan kamu dan pemimpin kamu yang harus kamu ikuti dan kamu pakai petunjuknya, dan bahwa mereka berada di atas agama yang satu, yaitu agama tauhid atau Islam, di mana mereka semua sama-sama menyeru kepada tauhid (mengesakan Allah).
[20] Semua.
[21] Oleh karena Tuhan mereka hanya satu, agama yang diturunkan Allah itu adalah satu, yaitu agama tauhid (agama Islam), seruan para nabi adalah sama, maka seharusnya mereka berkumpul di atas agama yang satu itu (Islam) dan tidak berpecah belah. Akan tetapi kedengkian dan permusuhan menghendaki mereka berpecah belah.
[22] Masing-masing mereka menyangka bahwa merekalah yang benar sedangkan yang lain salah dan masing-masing bangga dengan kelompoknya. Padahal sudah maklum, bahwa yang benar di antara mereka adalah orang yang menempuh jalan yang lurus mengikuti para nabi, tidak sekedar pengakuan di lisan, dan kebenarannya akan nyata ketika yang tersembunyi menjadi nampak, yaitu ketika Allah mengumpulkan semua makhluk untuk diberikan keputusan. Ketika itulah, nampak siapa yang benar dan siapa yang dusta.
[23] Untuk diberikan balasan.
[24] Amal yang diperintahkan para rasul dan didorong oleh semua kitab.
[25] Kepada rukun iman yang enam.
[26] Bahkan Allah akan melipatgandakannya. Sebaliknya, barang siapa yang tidak beramal saleh atau beramal saleh namun tidak beriman, maka ia terhalang mendapatkan pahala dan rugi pada agama dan akhiratnya.
[27] Yakni dengan memerintahkan para malaikat hafazhah (penjaga manusia) untuk mencatatnya untuk diberikan balasan, di samping telah dicatat dalam Al Lauhul Mahfuzh.
[28] Ada pula yang mengartikan, bahwa mustahil bagi mereka kembali ke dunia setelah mereka mati. Yakni negeri-negeri yang telah dibinasakan tidak mungkin kembali ke dunia untuk mengerjakan perbuatan yang telah mereka lalaikan. Oleh karena itu, hendaknya manusia berhati-hati terhadap sebab yang dapat membinasakan mereka, di mana ketika tiba azab itu, mereka tidak mungkin menolaknya dan tidak mungkin mengerjakan amal saleh yang telah mereka tinggalkan.