Ayat 21-29: Perdebatan dengan kaum musyrik dalam hal keyakinan mereka, bukti atas kesalahan keyakinan mereka, dan menguatkan keesaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
أَمِ اتَّخَذُوا آلِهَةً مِنَ الأرْضِ هُمْ يُنْشِرُونَ (٢١) لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (٢٢) لا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ (٢٣) أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ هَذَا ذِكْرُ مَنْ مَعِيَ وَذِكْرُ مَنْ قَبْلِي بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا يَعْلَمُونَ الْحَقَّ فَهُمْ مُعْرِضُونَ (٢٤) وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ (٢٥) وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ (٢٦) لا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ (٢٧) يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يَشْفَعُونَ إِلا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ (٢٨) وَمَنْ يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِنْ دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ (٢٩)
Terjemah Surat Al Anbiya Ayat 21-29
21. [1]Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi[2], yang dapat menghidupkan (orang-orang mati)[3]?
22. Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa[4]. Mahasuci Allah yang memiliki 'Arsy dari apa yang mereka[5] sifatkan[6].
23. Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan[7], tetapi merekalah yang akan ditanya[8].
24. [9]Atau apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain Dia? Katakanlah (Muhammad), "Kemukakanlah alasan-alasanmu[10]! (Al Quran) ini adalah peringatan bagi orang yang bersamaku, dan peringatan bagi orang sebelumku[11].” Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui yang hak (kebenaran)[12], karena itu mereka berpaling[13].
25. Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad) melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah Aku[14].”
26. Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pengasih telah menjadikan (malaikat) sebagai anak.” Mahasuci Dia. Sebenarnya mereka (para malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan[15],
27. Mereka tidak berbicara mendahului-Nya[16] dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.
28. Dia (Allah) mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat)[17] dan yang di belakang mereka[18], dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai (Allah)[19], dan mereka selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.
29. [20]Dan barang siapa di antara mereka berkata, "Sungguh, aku adalah tuhan selain Allah[21],” maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam. Demikianlah[22] Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang yang zalim[23].
Ayat 30-35: Beberapa ayat ini menghubungkan antara aturan di alam semesta dalam hal pembentukan dan penciptaannya dengan aturan pada manusia dalam hal tabiat dan kembalinya, oleh karenanya yang ada awalnya maka ada pula akhirnya.
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ (٣٠) وَجَعَلْنَا فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ (٣١) وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ (٣٢) وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (٣٣) وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ (٣٤) كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ (٣٥
Terjemah Surat Al Anbiya Ayat 30-35
30. Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui[24] bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya[25]; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman[26]?
31. [27]Dan Kami telah menjadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh agar ia (tidak) guncang bersama mereka[28] dan Kami jadikan (pula) di sana jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk[29].
32. Dan Kami menjadikan langit sebagai atap[30] yang terpelihara[31], namun mereka tetap berpaling[32] dari tanda-tanda (kekuasaan Allah) itu[33].
33. Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.
34. [34]Dan Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia sebelum engkau (Muhammad); Maka jika engkau wafat, apakah mereka akan kekal?
35. Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan[35] sebagai cobaan[36]. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada kami[37].
[1] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan sempurnanya kekuasaan-Nya, kebesaran-Nya dan segala sesuatu tunduk kepada-Nya, Dia mengingkari orang-orang bmusyrik yang mengambil tuhan-tuhan dari bumi yang keadaannya sangat lemah dan tidak memiliki kemampuan.
[2] Seperti dari batu, emas, perak, dsb.
[3] Mereka tidak akan sanggup menghidupkannya. Oleh karena itu, Allah yang mampu menghidupkan sesuatu yang telah mati, Dialah yang berhak disembah.
[4] Yakni tidak akan tersusun rapi seperti yang kita saksikan, karena adanya keengganan dari pihak yang lain sebagaimana ketika ada dua penguasa yang sama-sama berkuasa dalam satu wilayah, tentu wilayah itu tidak akan teratur, di mana yang satu ingin seperti ini, sedangkan yang satu lagi ingin seperti itu. Dalam ayat lain disebutkan, “Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada Tuhan beserta-Nya, masing-masing Tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu,” (terj. Al Mu’minun: 91)
[5] Yakni orang-orang kafir.
[6] Seperti menyifati-Nya dengan memiliki anak dan istri serta memiliki sekutu. Mahasuci Allah dari sifat itu.
[7] Karena keagungan-Nya, keperkasaan-Nya dan sempurnanya kekuasaan-Nya. Tidak ada seorang pun yang sanggup menghalangi-Nya atau menentang-Nya, baik dengan kata-kata maupun perbuatan. Demikian pula karena sempurnanya hikmah (kebijaksanaan)-Nya dan karena Dia telah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dia juga tidak ditanya, karena ciptaan-Nya tidak ada cacatnya.
[8] Tentang apa yang mereka katakan dan kerjakan, karena kelemahan mereka, butuhnya mereka, dan karena mereka adalah hamba.
[9] Selanjutnya Allah mencela kembali keadaan kaum musyrik.
[10] Yang membenarkan perbuatanmu itu (menjadikan tuhan selain-Nya).
[11] Keyakinan tauhid (keesaan Allah dan bahwa Dia saja yang berhak disembah) itu adalah salah satu di antara pokok-pokok agama yang tersebut dalam Al Quran dan kitab-kitab yang dibawa oleh rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, semua kitab sepakat terhadapnya.
[12] Yakni mereka melakukan perbuatan itu, tidak lain karena ikut-ikutan dengan generasi sebelum mereka, mereka membantah dengan tanpa ilmu dan petunjuk. Namun ketidaktahuan mereka terhadap kebenaran, bukanlah karena samarnya kebenaran itu dan tidak jelas, akan tetapi karena mereka berpaling darinya. Karena kalau sekiranya mereka melihatnya meskipun sebentar, niscaya akan nampak kebenaran bagi mereka.
[13] Dari memperhatikan sesuatu yang dapat menyampaikan mereka kepada tauhid.
[14] Oleh karena itu, semua rasul dan semua kitab memerintahkan manusia menyembah hanya kepada Allah saja dan meninggalkan sesembahan selain-Nya.
[15] Ayat ini diturunkan untuk membantah tuduhan-tuduhan orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu anak Allah, mereka hanyalah hamba-hamba yang dimuliakan di sisi-Nya, dan keadaan mereka sebagai hamba yang senantiasa beribadah kepada-Nya menolak sekali anggapan sebagai anak.
[16] Yakni mereka tidaklah mengatakan suatu ucapan yang terkait tentang pengaturan kerajaan-Nya sampai Allah berfirman karena sempurnanya adab mereka kepada Allah dan pengetahuan mereka tentang sempurnanya kebijaksanaan Allah dan ilmu-Nya.
[17] Yakni apa yang telah mereka kerjakan.
[18] Yang sedang mereka kerjakan.
[19] Ucapan dan amalnya, yaitu orang yang ikhlas dan mengikuti rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Ayat ini termasuk dalil adanya syafaat, dan bahwa para malaikat juga memberi syafaat.
[20] Setelah Allah menerangkan, bahwa mereka (malaikat) tidak berhak disembah, Dia menerangkan bahwa jika di antara mereka ada yang berani mengatakan bahwa dirinya adalah tuhan di samping Allah, maka Allah akan memberinya balasan dengan neraka Jahanam.
[21]Ada yang berpendapat, bahwa yang berkata seperti ini adalah Iblis, di mana ia mengajak manusia menyembah dirinya dan memerintahkan untuk menaatinya.
[22] Sebagaimana orang itu Kami balas dengan Jahanam.
[23] Yakni orang-orang musyrik. Mereka adalah orang-orang zalim, karena kezaliman apa lagi yang lebih besar daripada pengakuan makhluk yang lemah, fakir lagi memiliki kekurangan setara dengan Allah dalam keberhakannya diibadahi dan dalam rububiyyah (kepengaturannya) terhadap alam semesta.
[24] Ada pula yang mengartikan dengan “melihat,” yakni apakah orang-orang kafir tidak melihat bahwa langit dan bumi keduanya sama-sama rekat (tidak terbelah), kemudian Kami belah langit sehingga menurunkan hujan, dan Kami belah bumi sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan…dst.” Bukankah yang mengadakan awan di langit yang sebelumnya bersih tanpa gumpalan dan menyimpan di dalamnya air yang banyak, lalu diarahkan ke negeri yang mati yang sebelumnya kering dan berhamburan debu, kemudian diturunkan hujan sehingga tumbuh berbagai tanaman dengan beraneka macam menunjukkan bahwa Allah adalah yang hak dan selain-Nya batil, dan bahwa Dia mampu menghidupkan orang yang telah mati, dan bahwa Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang?
[25] Yakni lalu Kami jadikan langit berjumlah tujuh, dan bumi pun tujuh. Atau maksudnya, dibelah langit yang sebelumnya tidak menurunkan hujan menjadi dapat menurunkan hujan, dan dibelahnya bumi yang sebelumnya tidak dapat menumbuhkan, menjadi dapat menumbuhkan.
[26] Dengan iman yang benar tanpa ada keraguan dan kemusyrikan di dalamnya.
[27] Selanjutnya Allah menyebutkan kembali dalil-dalil yang ada di alam semesta yang menunjukkan keesaan-Nya, kekuasaan-Nya, rahmat-Nya dan keberhakan-Nya untuk diibadahi tidak selain-Nya.
[28] Sesungguhnya dataran yang kita kelilingi ini di atas perairan yang luas. Agar dataran ini tidak goyang, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala tancapkan gunung-gunung.
[29] Ke tempat yang mereka tuju.
[30] Bagi bumi.
[31] Maksud yang terpelihara adalah bahwa segala yang berada di langit itu dijaga oleh Allah dengan peraturan dan hukum-hukum yang menyebabkan dapat berjalannya dengan teratur dan tertib. Bisa juga maksud terpelihara adalah terjaga dari setan-setan pencuri berita dari langit.
[32] Tidak mau memikirkannya, padahal dari sana mereka dapat mengetahui bahwa Penciptanya Mahakuasa dan Maha Agung, tidak ada sekutu bagi-Nya.
[33] Syaikh As Sa’diy berkata, “Hal ini adalah umum mencakup semua tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang ada di langit, dengan ketinggiannya, keluasannya dan kebesarannya, warnanya yang indah, susunannya yang rapi, dan hal lainnya yang dapat disaksikan, seperti bintang-bintang yang kokoh, planet-planet, matahari dan bulan yang bercahaya, di mana dari keduanya muncul malam dan siang, dan keadaannya yang selalu beredar pada orbitnya, demikian pula bintang-bintang sehingga dengan sebab itu manusia memperoleh banyak manfaat, seperti panas, dingin, pergantian musim, dan mereka dapat mengenal perhitungan waktu ibadah dan mu’amalah mereka, mereka dapat beristirahat di malam harinya dan dapat merasakan ketenangan, demikian pula dapat bertebaran di siang harinya serta berusaha untuk hal yang menghidupi mereka. Semua ini, jika dipikirkan oleh orang yang pandai dan diselidiki secara mendalam, akan membuahkan kepastian yang tidak ada keraguan lagi, bahwa Allah membatasinya sampai waktu yang ditentukan, sampai waktu yang pasti, di mana pada waktu-waktu itu manusia dapat memenuhi kebutuhannya, manfaat untuk mereka pun tegak, dan agar mereka dapat bersenang-senang dan mengambil manfaat. Setelah itu, ia akan sirna dan hilang dan akan ditiadakan oleh Yang menciptakannya, diberhentikan oleh yang menggerakannya, dan manusia yang mendapat beban (ibadah) akan berpindah ke tempat selain tempat ini, di mana pada tempat itu mereka mendapatkan balasan terhadap amal mereka secara penuh dan sempurna, dan akan dietahui bahwa maksud dari tempat ini (dunia) adalah sebagai ladang untuk kampung yang kekal, dan bahwa dunia adalah tempat untuk melanjutkan perjalanan, bukan tempat menetap.”
[34] Oleh karena musuh-musuh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunggu-nunggu waktu kematian Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan bahwa tidak ada seorang pun yang hidup kekal di dunia dan bahwa mereka pun sama akan mati.
[35] Seperti kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat.
[36] Yakni agar Kami melihat apakah kamu bersabar dan bersyukur atau tidak.
[37] Untuk diberikan balasan. Syaikh As Sa’diy berkata, “Ayat ini menunjukkan batilnya perkataan orang yang mengatakan bahwa Khadhir itu kekal, dan bahwa ia hidup kekal di dunia. Perkataan ini adalah perkataan yang tidak ada dalilnya dan bertentangan dengan dalil-dalil syar’i.”