Ayat 17: Tidak sama antara orang yang beriman dengan agama Islam dengan yang tidak
أَفَمَنْ كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّهِ وَيَتْلُوهُ شَاهِدٌ مِنْهُ وَمِنْ قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى إِمَامًا وَرَحْمَةً أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الأحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ فَلا تَكُ فِي مِرْيَةٍ مِنْهُ إِنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يُؤْمِنُونَ (١٧
Terjemah Surat Hud Ayat 17
17.[1] Maka apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang[2] yang sudah mempunyai bukti yang nyata (Al Qur’an) dari Tuhannya, dan diikuti oleh saksi[3] dari-Nya dan sebelumnya sudah ada pula kitab Musa[4] yang menjadi pedoman dan rahmat?[5] Mereka[6] beriman kepadanya (Al Quran)[7]. Barang siapa mengingkarinya (Al Qur’an) di antara kelompok-kelompok itu[8], maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah engkau ragu terhadap Al Quran. Sungguh, Al Qur’an itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman[9].
Ayat 18-24: Menerangkan tentang orang-orang kafir, amal mereka dan balasan untuk mereka. Demikian pula menerangkan tentang orang-orang mukmin, sifat mereka dan balasan untuk mereka
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أُولَئِكَ يُعْرَضُونَ عَلَى رَبِّهِمْ وَيَقُولُ الأشْهَادُ هَؤُلاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ (١٨) الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا وَهُمْ بِالآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ (١٩) أُولَئِكَ لَمْ يَكُونُوا مُعْجِزِينَ فِي الأرْضِ وَمَا كَانَ لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ يُضَاعَفُ لَهُمُ الْعَذَابُ مَا كَانُوا يَسْتَطِيعُونَ السَّمْعَ وَمَا كَانُوا يُبْصِرُونَ (٢٠) أُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ (٢١) لا جَرَمَ أَنَّهُمْ فِي الآخِرَةِ هُمُ الأخْسَرُونَ (٢٢) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَخْبَتُوا إِلَى رَبِّهِمْ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (٢٣) مَثَلُ الْفَرِيقَيْنِ كَالأعْمَى وَالأصَمِّ وَالْبَصِيرِ وَالسَّمِيعِ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلا أَفَلا تَذَكَّرُونَ (٢٤
Terjemah Surat Hud Ayat 18-24
18. Dan siapakah yang lebih zalim[10] daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah?[11] Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka[12], dan para saksi[13] akan berkata, "Orang-orang inilah yang telah berbohong terhadap Tuhan mereka.” Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) keada orang yang zalim[14],
19. (yaitu) mereka yang menghalangi dari jalan Allah[15] dan menghendaki agar jalan itu bengkok[16]. Dan mereka itulah orang yang tidak percaya adanya hari akhirat.
20. Mereka tidak mampu menghalangi siksaan Allah di bumi[17], dan tidak akan ada bagi mereka penolong selain Allah[18]. Azab itu dilipatgandakan kepada mereka[19]. Mereka tidak mampu mendengar (kebenaran) dan tidak dapat melihat(nya)[20].
21. Mereka itulah orang yang merugikan dirinya sendiri[21], dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan[22].
22. Pasti mereka itu menjadi orang yang paling rugi[23] di akhirat.
23.[24] Sesungguhnya orang-orang yang beriman[25] dan mengerjakan amal saleh[26] dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka[27], mereka itu penghuni surga[28], mereka kekal di dalamnya.
24. Perumpamaan[29] kedua golongan (orang kafir dan mukmin), seperti orang buta dan tuli[30] dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar[31]. Samakah kedua golongan itu?. Maka tidakkah kamu mengingatnya[32]?
Ayat 25-34: Kisah Nabi Nuh ‘alaihis salam bersama kaumnya dan dialog Beliau dengan mereka
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ (٢٥) أَنْ لا تَعْبُدُوا إِلا اللَّهَ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ أَلِيمٍ (٢٦) فَقَالَ الْمَلأ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلا بَشَرًا مِثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ (٢٧) قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَآتَانِي رَحْمَةً مِنْ عِنْدِهِ فَعُمِّيَتْ عَلَيْكُمْ أَنُلْزِمُكُمُوهَا وَأَنْتُمْ لَهَا كَارِهُونَ (٢٨) وَيَا قَوْمِ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالا إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى اللَّهِ وَمَا أَنَا بِطَارِدِ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَلَكِنِّي أَرَاكُمْ قَوْمًا تَجْهَلُونَ (٢٩) وَيَا قَوْمِ مَنْ يَنْصُرُنِي مِنَ اللَّهِ إِنْ طَرَدْتُهُمْ أَفَلا تَذَكَّرُونَ (٣٠) وَلا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ إِنِّي مَلَكٌ وَلا أَقُولُ لِلَّذِينَ تَزْدَرِي أَعْيُنُكُمْ لَنْ يُؤْتِيَهُمُ اللَّهُ خَيْرًا اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا فِي أَنْفُسِهِمْ إِنِّي إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ (٣١) قَالُوا يَا نُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (٣٢) قَالَ إِنَّمَا يَأْتِيكُمْ بِهِ اللَّهُ إِنْ شَاءَ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ (٣٣) وَلا يَنْفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنْصَحَ لَكُمْ إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ هُوَ رَبُّكُمْ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (٣٤)
Terjemah Surat Hud Ayat 25-34
25. Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata), "Sungguh, aku ini adalah pemberi peringatan yang nyata[33] bagi kamu,
26. Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Aku benar-benar khawatir[34] kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat pedih.”
27. Maka berkatalah para pemuka yang kafir dari kaumnya, "Kami tidak melihat engkau, melainkan hanyalah seorang manusia (biasa) seperti kami[35], dan kami tidak melihat orang yang mengikuti engkau, melainkan orang yang hina dina di antara kami[36] yang lekas percaya[37]. Kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami[38], bahkan kami menganggap kamu adalah orang pendusta[39].”
28. Dia (Nuh) berkata, "Wahai kaumku! Apa pendapatmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku[40], dan aku diberi rahmat (kenabian) dari sisi-Nya, sedangkan (rahmat itu) disamarkan bagimu. Apa kami akan memaksa kamu untuk menerimanya, padahal kamu tidak menyukainya?[41]
29. Dan wahai kaumku! Aku tidak meminta harta kepada kamu (sebagai imbalan) atas seruanku[42]. Imbalanku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang yang telah beriman[43]. Sungguh, mereka akan bertemu dengan Tuhan mereka[44], dan sebaliknya aku memandangmu sebagai kaum yang bodoh[45].
30. Dan wahai kaumku! Siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka? [46] Tidakkah kamu ingat?[47]
31. Aku tidak mengatakan kepada kamu, bahwa aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah[48], dan aku tidak mengetahui yang ghaib[49], dan tidak (pula) mengatakan bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat[50], dan aku tidak (juga) mengatakan kepada orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu[51], bahwa Allah tidak akan memberikan kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri (hati) mereka[52]. Sungguh, jika demikian aku benar-benar termasuk orang-orang yang zalim[53].
32.[54] Mereka berkata, "Wahai Nuh! Sungguh, engkau telah berbantah dengan kami, dan engkau telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang engkau ancamkan, jika kamu termasuk orang yang benar[55].”
33. Dia (Nuh) menjawab, "Hanya Allah yang akan mendatangkan azab kepadamu jika Dia menghendaki[56], dan kamu tidak akan dapat melepaskan diri.
34. Dan nasihatku tidak akan bermanfaat bagimu sekalipun aku ingin memberi nasihat kepada kamu, kalau Allah hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu[57], dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan[58].”
Ayat 35: Pengalihan pembicaraan untuk mendebat kaum kafir Quraisy
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ إِنِ افْتَرَيْتُهُ فَعَلَيَّ إِجْرَامِي وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تُجْرِمُونَ (٣٥
Terjemah Surat Hud Ayat 35
35. Bahkan mereka (orang kafir) berkata, "Dia[59] cuma mengada-ada saja.” Katakanlah, "Jika aku mengada-ada, akulah yang memikul dosanya[60], dan aku bebas dari dosa yang kamu perbuat[61].”
[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keadaan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti Beliau menegakkan agama-Nya.
[2] Orang di sini adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam atau kaum mukmin.
[3] Yang membenarkannya. Ada yang menafsirkan “saksi” di sini dengan malaikat Jibril ‘alaihis salam. Ada pula yang menafsirkan “saksi” di sini dengan Al Quran itu sendiri karena Al Quran adalah suatu mukjizat yang tidak dapat dibantah atau dibatalkan. Ada pula yang menafsirkan “saksi” di sini dengan fitrah yang lurus dan akal yang sehat, di mana fitrah dan akal mendukungnya sehingga imannya bertambah.
[4] Yaitu Taurat, yang menjadi saksi pula terhadap kebenaran Al Qur’an dan sejalan dengan kebenaran yang dibawanya.
[5] Tentu tidak sama baik di hadapan Allah maupun di hadapan hamba-hamba Allah. Yakni tidak sama orang yang berada di atas keterangan yang meyakinkan dengan orang yang berada dalam kegelapan dan kebodohan, tidak ada penguat sama sekali baginya lagi tidak dapat meloloskan diri darinya.
[6] Yang berada di atas bukti yang nyata.
[7] Maka mereka akan memperoleh surga.
[8] Yakni orang-orang Quraisy dan orang-orang kafir lainnya dengan segala macamnya.
[9] Ada yang tidak beriman karena kebodohan dan kesesatannya, dan ada pula yang tidak beriman karena kezaliman, sikap keras dan penentangannya. Hal itu, karena kalau memang niat mereka baik dan pemahamannya lurus, tentu ia akan beriman, karena semua sisi, mendorongnya untuk beriman.
[10] Yakni tidak ada yang lebih zalim.
[11] Seperti menisbatkan sekutu dan anak kepada-Nya, menyifati-Nya dengan sifat yang tidak sesuai dengan keagungan-Nya, memberitakan dari-Nya padahal Dia tidak mengatakannya, mengaku sebagai nabi, dan berbagai bentuk kebohongan terhadap Allah lainnya.
[12] Pada hari kiamat di hadapan semua makhluk.
[13] Maksud para saksi di sini adalah malaikat, nabi-nabi dan anggota badannya sendiri.
[14] Yakni orang-orang musyrik. Laknat Allah tidak akan terputus menimpa mereka, karena kezaliman mereka sudah menjadi sifat yang melekat dalam diri mereka sehingga tidak menerima lagi keringanan. Sifat kezaliman mereka tersebut dalam ayat selanjutnya.
[15] Yaitu agama Islam.
[16] Dengan berusaha memembengkokkan, memperburuk citranya, memfitnahnya, sehingga jalan yang lurus tersebut di hadapan manusia seakan-akan tidak lurus, yang batil menjadi nampak indah, sedangkan yang benar menjadi nampak buruk.
[17] Karena mereka dalam genggaman-Nya dan dalam kekuasaan-Nya.
[18] Bahkan hubungan mereka dengan yang lain terputus.
[19] Karena mereka menyesatkan yang lain pula.
[20] Yang demikian karena begitu bencinya mereka kepada kebenaran seakan-akan mereka orang yang tuli dan buta.
[21] Karena mereka menolak pahala yang demikian besar dan mencari tempat kembali yang paling buruk, yaitu neraka dan mereka kekal di dalamnya, wal ‘iyaadz billah.
[22] Yakni seruan mereka, dan sesembahan yang mereka sembah selain Alah tidaklah berguna apa-apa bagi mereka.
[23] Karena begitu dalamnya penyesalan mereka, terhalangnya mereka dari mendapatkan kenikmatan, serta merasakan azab yang begitu berat. Kita berlindung kepada Allah dari keadaan seperti itu.
[24] Setelah Allah menyebutkan keadaan orang-orang yang celaka, maka pada ayat ini, Dia menyebutkan sifat orang-orang yang berbahagia, dan pahala yang akan mereka peroleh di sisi Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
[25] Dengan hati mereka; apa yang diperintahkan Allah untuk diimani, seperti rukun iman yang enam.
[26] Baik yang terkait dengan hati, lisan maupun anggota badan.
[27] Patuh kepada-Nya, merendahkan diri kepada keagungan-Nya, tunduk kepada kekuasaan-Nya, kembali kepada-Nya dengan mencintai-Nya, takut dan berharap kepada-Nya serta bertadharru’ (memohon dengan rasa rendah diri) kepada-Nya.
[28] Karena tidak ada suatu kebaikan pun, kecuali mereka berusaha mengejar dan berlomba-lomba kepadanya.
[29] Yakni sifat.
[30] Inilah perumpamaan golongan yang kafir atau golongan yang celaka.
[31] Inilah perumpamaan golongan yang mukmin atau golongan yang berbahagia.
[32] Yakni mengingat amal yang bermanfaat bagimu, lalu kamu melakukannya dan mengingat amal yang merugikan kamu, lalu kamu meninggalkannya.
[33] Jelas sehingga tidak menimbulkan kesamaran.
[34] Jika kamu menyembah selain-Nya dan tidak menaatiku.
[35] Menurut mereka, keadaan sebagai manusia merupakan penghalang bagi mereka untuk mengikutinya, padahal sesungguhnya rasul itu harus dari kalangan manusia agar orang lain dapat menimba ilmu darinya, mudah untuk bertanya-tanya serta dapat mengikutinya, berbeda jika dari kalangan malaikat.
[36] Padahal sesungguhnya merekalah orang-orang yang mulia dan menggunakan akalnya, sebaliknya para pemuka itulah orang-orang yang hina dan kurang akal karena mengikuti setan yang durhaka, menjadikan tuhan dari batu dan pohon yang keadaannya lebih lemah dari mereka, di mana mereka mendekatkan diri dan sujud kepadanya. Siapakah yang lebih hina dan kurang akal dari orang yang seperti ini keadaannya?
[37] Kebenaran yang jelas memang harus segera diterima tanpa perlu ditunda, berbeda jika perkaranya masih samar yang butuh pemikiran yang dalam.
[38] Yang mengharuskan kami mengikutimu.
[39] Dalam pengakuan sebagai rasul. Padahal sesungguhnya mereka yang berdusta, karena mereka telah melihat ayat-ayat yang menunjukkan kebenaran Nabi Nuh ‘alaihis salam.
[40] Kata-kata ini sesungguhnya sudah cukup sebagai persaksiannya.
[41] Kebencian mereka itulah yang menghalangi mereka dari tunduk kepada kebenaran sehingga tidak mungkin mereka dipaksa untuk menerimanya.
[42] Ini merupakan salah satu bukti kebenaran dakwah Beliau yang seharusnya mereka ikuti. Mereka boleh tidak mengikuti jika ada udang di balik batu dari seruan itu atau ada maksud tertentu yang ia inginkan dari mereka. Tetapi para nabi tidak demikian.
[43] Sebagaimana yang kamu perintahkan, bahkan aku akan memuliakan mereka.
[44] Dengan dibangkitkan, lalu Dia memberikan balasan kepada mereka dan mengadili orang yang menzalimi dan mengusir mereka.
[45] Yakni tidak mengetahui akibat dari suatu perbuatan. Mereka tidak mengetahui akibat dari mengusir wali-wali Allah, menolak kebenaran hanya karena pengikutnya orang-orang yang lemah, dan karena alasan dibawa oleh manusia biasa serta tidak memiliki kelebihan apa-apa.
[46] Kata-kata ini diucapkan oleh Nabi Nuh ‘alaihis salam sewaktu dia didesak oleh golongan kafir yang kaya dari kaumnya agar mengusir golongan yang beriman yang miskin dan kekurangan.
[47] Yakni sesuatu yang lebih bermanfaat dan lebih baik bagimu.
[48] Sehingga aku memberikanya kepada orang yang aku kehendaki dan aku halangi orang yang aku kehendaki. Aku hanyalah utusan Allah kepada kepada kamu yang tugasnya hanya memberikan kabar gembira dan peringatan; tidak lebih.
[49] Sehingga aku memberitakan kepadamu rahasia kamu dan apa yang kamu sembunyikan.
[50] Bahkan aku adalah manusia seperti kamu, dan aku tidak menempatkan diriku di atas posisi yang Allah berikan kepadaku.
[51] Yakni kaum mukmin yang lemah.
[52] Jika iman mereka benar, maka mereka akan mendapatkan kebaikan yang banyak, dan jika tidak demikian, maka hisab mereka terserah kepada Allah Azza wa Jalla.
[53] Kata-kata Nabi Nuh ‘alaihis salam di atas merupakan cara bijaksana agar kaumnya tidak lagi mengusir atau membenci kaum mukmin yang fakir serta usaha agar mereka menerima pengikutnya itu.
[54] Ketika mereka melihat ternyata Nabi Nuh ‘alaihis salam tidak juga berhenti dari dakwahnya dan tidak mau mengikuti tuntutan mereka, mereka berkata seperti yang disebutkan dalam ayat di atas.
[55] Alangkah jahil dan sesat mereka, karena berkata seperti ini kepada nabi mereka yang begitu tulusnya kepada mereka! Tidakkah mereka mengatakan, “Wahai Nuh! Engkau telah menasehati kami, merasa kasihan kepada kami dan telah mengajak kami kepada suatu perkara yang belum begitu jelas bagi kami, kami ingin engkau lebih menjelaskan lagi kepada kami agar kami dapat mengikutimu. Kalau pun tidak, maka nasehatmu patut disyukuri.” Inilah jawaban yang baik. Akan tetapi mereka berdusta dalam kata-katanya dan bersikap berani terhadap nabi mereka. Mereka juga tidak membantahnya dengan syubhat yang kecil, apalagi dengan hujjah karena kebenaran telah jelas bagi mereka dan mereka tidak mempunyai alasan lagi untuk menolaknya seain sikap keras, sehingga mereka beralih meminta disegerakan azab.
[56] Karena urusan itu kembali kepada-Nya; bukan kepadaku, Dia akan menurunkannya kepadamu jika kehendak dan hikmah-Nya menetapkan demikian.
[57] Dia bertindak terhadapmu sesuai kehendak-Nya dan memutuskan kamu dengan apa yang diinginkan-Nya.
[58] Lalu Dia akan membalas amalmu.
[59] Dhamir (kata ganti nama) “Dia” di sini bisa kembalinya kepada Nabi Nuh ‘alaihis salam, sebagaimana susunannya tentang kisah Nabi Nuh dengan kaumnya, sehingga maknanya adalah, bahwa kaum Nuh berkata, “Dia (Nuh) cuma membuat-buat nasihatnya saja.” Bisa juga kata “Dia” di sini kembalinya kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga kalimat ini berada tengah-tengah kisah Nabi Nuh, di mana kisah-kisah tersebut termasuk perkara yang tidak diketahui kecuali oleh para nabi yang mendapatkan wahyu. Ketika Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengisahkannya kepada Rasul-Nya, di mana hal itu termasuk ayat-ayat yang menunjukkan kebenaran risalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Allah menyebutkan tentang pendustaan kaumnya terhadap Beliau, yakni mereka malah berkata, bahwa Al Qur’an ini diada-ada sendiri oleh Muhammad. Hal ini termasuk perkataan yang paling aneh dan batil, karena mereka mengetahui bahwa Beliau tidak dapat membaca dan menulis, dan tidak pergi belajar kepada Ahli Kitab. Apabila mereka tetap menganggap bahwa Muhammad mengada-ada padahal telah nyata tidak demikian, maka dapat diketahui bahwa mereka hanya menentang, dan tidak ada faedahnya berdebat dengan mereka, sehingga sikap yang layak dilakukan terhadap mereka adalah berpaling dari mereka, oleh karenanya Alah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Beliau mengatakan, “Jika aku mengada-ada, akulah yang memikul dosanya, dan aku bebas dari dosa yang kamu perbuat.”
[60] Hukumannya.
[61] Yakni masing-masing menanggung dosanya sendiri.