Ayat 20-25: Perintah memikirkan dan memperhatikan nikmat-nikmat Allah Subhaanahu wa Ta'aala, tercelanya taqlid buta dan penjelasan tentang keadaan orang mukmin dan orang kafir.
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ مُنِيرٍ (٢٠) وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ الشَّيْطَانُ يَدْعُوهُمْ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ (٢١) وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ (٢٢)وَمَنْ كَفَرَ فَلا يَحْزُنْكَ كُفْرُهُ إِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ فَنُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (٢٣) نُمَتِّعُهُمْ قَلِيلا ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ إِلَى عَذَابٍ غَلِيظٍ (٢٤) وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا يَعْلَمُونَ (٢٥)
Terjemah Surat Luqman Ayat 20-25
20. [1]Tidakkah kamu memperhatikan[2] bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit[3] dan apa yang di bumi[4] untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir[5] dan batin[6]. Tetapi[7] di antara manusia ada[8] yang membantah tentang (keesaan) Allah[9] tanpa ilmu atau petunjuk[10] dan tanpa kitab yang memberi penerangan[11].
21. Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutilah apa yang diturunkan Allah[12]!” Mereka menjawab[13], "(Tidak), tetapi kami (hanya) mengikuti kebiasaan yang kami dapati dari nenek moyang kami[14].” [15]Apakah mereka (akan mengikuti nenek moyang mereka) walaupun sebenarnya setan menyeru mereka ke dalam azab api yang menyala-nyala (neraka)[16]?
22. Dan barang siapa berserah diri kepada Allah[17], sedang dia orang yang berbuat kebaikan[18], maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul (tali) yang kokoh[19]. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan[20].
23. Dan barang siapa kafir maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu (Muhammad)[21]. Hanya kepada Kami tempat kembali mereka, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan[22]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.[23]
24. Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar[24], kemudian Kami paksa mereka[25] (masuk) ke dalam azab yang keras[26].
25. Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka[27], "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah.”[28] Katakanlah, "Segala puji bagi Allah[29]," tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui[30].
Ayat 26-28: Luasnya ilmu Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan kalimat-Nya tidak terhingga.
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (٢٦)وَلَوْ أَنَّمَا فِي الأرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ أَقْلامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (٢٧) مَا خَلْقُكُمْ وَلا بَعْثُكُمْ إِلا كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ (٢٨)
Terjemah Surat Luqman Ayat 26-28
26. [31]Milik Allah-lah[32] apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahakaya[33] lagi Maha Terpuji[34].
27. [35]Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah[36]. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa[37] lagi Mahabijaksana.
28. [38]Menciptakan dan membangkitkan kamu (bagi Allah) hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja (mudah)[39]. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Ayat 29-32: Orang yang memperhatikan alam semesta akan berdalih darinya bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala Dialah Tuhan yang satu-satunya berhak disembah, dan bahwa tidak ada yang mengingkari hal itu selain orang yang keras kepala.
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَأَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (٢٩) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ (٣٠) أَلَمْ تَرَ أَنَّ الْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِنِعْمَةِ اللَّهِ لِيُرِيَكُمْ مِنْ آيَاتِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ (٣١) وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلا كُلُّ خَتَّارٍ كَفُورٍ (٣٢)
Terjemah Surat Luqman Ayat 29-32
29. [40]Tidakkah engkau memperhatikan, bahwa Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia menundukkan matahari dan bulan masing-masing beredar sampai kepada waktu yang ditentukan[41]. Sungguh, Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan[42].
30. Demikianlah[43], karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang sebenarnya[44] dan apa saja yang mereka seru selain Allah adalah batil[45]. Dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahatinggi[46] lagi Mahabesar[47].
31. [48]Tidakkah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran)-Nya[49] bagi setiap orang yang sangat sabar[50] dan banyak bersyukur[51].
32. Dan apabila mereka[52] digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya. Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka bersikap pertengahan[53]. Adapun yang mengingkari ayat-ayat Kami[54] hanyalah pengkhianat[55] yang tidak berterima kasih[56].
Ayat 33-34: Ajakan Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada manusia untuk bertakwa kepada-Nya, memperingatkan mereka dengan hari akhir, tanggung jawab setiap manusia, dan bahwa hal gaib hanya diketahui oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ (٣٣) إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (٣٤)
Terjemah Surat Luqman Ayat 20-25
33. [57]Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah pada hari yang (ketika itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun[58]. Sungguh, janji Allah pasti benar[59], maka janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kehidupan dunia[60], dan jangan sampai kamu terpedaya oleh penipu (setan)[61] dalam (menaati) Allah[62].
34. [63]Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat[64]; dan Dia yang menurunkan hujan[65], dan mengetahui apa yang ada dalam rahim[66]. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok[67]. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. [68]Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal[69].
[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingatkan hamba-hamba-Nya akan nikmat-nikmat-Nya dan mengajak mereka bersyukur, dan agar mereka melihat nikmat itu dan tidak melupakannya.
[2] Dengan mata dan hatimu.
[3] Seperti matahari, bulan dan bintang agar kamu mengambil manfaat daripadanya.
[4] Seperti hewan, pohon-pohon, tanaman, sungai, barang tambang dan lain-lain.
[5] Yakni yang tampak terlihat, seperti penampilan yang menarik, sempurnanya fisik, nikmat harta, dsb.
[6] Yakni yang tersembunyi, seperti pengetahuan, iman, nikmat agama, memperoleh manfaat dan terhindar dari bahaya dan lain-lain. Oleh karena itu, sikap yang seharusnya kamu lakukan adalah mensyukuri nikmat itu, mencintai Pemberi nikmat dan tunduk kepada-Nya, menggunakannya untuk ketaatan kepada Allah dan tidak menggunakannya untuk maksiat.
[7] Meskipun nikmat itu turun berturut-turut.
[8] Yakni ada orang yang tidak bersyukur, bahkan kufur kepada nikmat itu dan kufur kepada Pemberinya, dan mengingkari yang hak yang ada dalam kitab-kitab-Nya dan yang dibawa para rasul-Nya.
[9] Dia mendebat yang hak dengan yang batil untuk mengalahkannya, padahal perdebatannya tidak di atas ilmu.
[10] Dari rasul atau mengikuti orang yang mendapat petunjuk.
[11] Dengan demikian perdebatannya tidak di atas dalil ‘aqli (akal), dalil nakli, dan tidak mengikuti rasul dan orang-orang yang mendapat petunjuk, bahkan hanya sekedar ikut-ikutan dengan nenek moyang mereka yang tidak mendapatkan petunjuk, yang sesat lagi menyesatkan sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.
[12] Kepada para rasul-Nya, karena ia adalah hak (benar).
[13] Yakni membantah.
[14] Maksudnya, kami tidak akan meninggalkan apa yang kami dapati dari nenek moyang kami hanya karena perkataan seseorang, siapa pun dia.
[15] Allah Subhaanahu wa Ta'aala membantah mereka dan membantah nenek moyang mereka.
[16] Ternyata nenek moyang mereka malah mengikuti setan, berjalan di belakangnya dan menjadi murid-muridnya, sehingga mereka pun dikuasai oleh kebingungan. Setan mengajak mereka bukanlah karena cinta dan kasihan kepada mereka, tetapi karena permusuhannya kepada mereka dan tipu dayanya, oleh karena itulah ajakannnya adalah ke neraka, namun dihias menjadi indah jalan yang mengarah ke neraka tersebut olehnya.
[17] Yakni tunduk kepada-Nya mengerjakan syariat dengan ikhlas.
[18] Dalam amalnya, di mana amalnya memang disyariatkan dan mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bisa juga maksudnya, barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah dengan mengerjakan semua ibadah, dan ia melakukannya dengan ihsan, yakni beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika tidak merasakan begitu, maka dia merasakan pengawasan-Nya. Kesimpulannya, barang siapa mengerjakan syariat agama dengan cara yang diterima, maka berarti dia telah menyerahkan dirinya.
[19] Yang tidak perlu khawatir akan putus, sehingga dia akan selamat dan memperoleh semua kebaikan. Sebaliknya, barang siapa yang tidak berpegang dengannya, maka ia akan terjatuh dan binasa.
[20] Nanti Dia akan memutuskan perkara hamba-hamba-Nya dan membalas amal mereka. Oleh karena itu, bersiap-siaplah dari sekarang dengan memperbanyak amal saleh.
[21] Yakni karena engkau telah menunaikan tugasmu, berupa dakwah dan menyampaikan. Kalau pun mereka tidak mendapatkan petunjuk, maka engkau tetap akan mendapatkan pahala, dan tidak perlu bersedih karena orang yang engkau dakwahkan tidak mau mengikuti petunjuk, karena jika padanya terdapat kebaikan, niscaya Allah akan menunjukinya. Demikian juga, janganlah engkau bersedih karena beraninya mereka dan terang-terangannya mereka menampakkan permusuhan, tetap di atas kesesatan dan kekafirannya, serta janganlah terburu nafsu karena azab tidak disegerakan kepada mereka.
[22] Berupa kekafiran dan permusuhan mereka serta usaha mereka untuk memadamkan cahaya Allah serta menyakiti para rasul-Nya.
[23] Yang tidak diucapkan oleh seseorang, lalu bagaimana dengan yang tampak? Tentu lebih mengetahui lagi.
[24] Di dunia agar dosa mereka bertambah dan hukuman mereka semakin sempurna.
[25] Di akhirat.
[26] Yaitu azab neraka yang begitu besar azabnya, begitu mengerikan siksanya dan begitu pedih rasanya, di mana mereka tidak menemukan tempat untuk melarikan diri di sana.
[27] Yakni orang-orang musyrik; yang mendustakan kebenaran.
[28] Tentu mereka akan mengetahui, bahwa patung dan berhala yang mereka sembah tidak mampu menciptakan apa-apa, dan tentu mereka akan segera mengatakan, “Allah yang menciptakannya.”
[29] Karena telah tegak hujjah tentang kebenaran tauhid kepada mereka. Maka segala puji bagi Allah, karena Dia telah menerangkan kebenaran, memperjelas dalilnya dari diri mereka sendiri. Jika sekiranya mereka mengetahui, tentu mereka akan memastikan, bahwa yang menciptakan dan mengatur alam semesta itulah yang berhak disembah saja. Oleh karena itulah pada lanjutan ayatnya, Allah berfirman, “tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” Akibat ketidaktahuan itu, mereka menyekutukan sesuatu dengan-Nya, meridhai pertentangan yang mereka pegang (mereka akui bahwa Allah yang telah menciptakan alam semesta, namun pada kenyataannya yang mereka sembah malah selain-Nya) sedang mereka di atas keraguan bukan di atas pengetahuan.
[30] Wajibnya tauhid atas mereka.
[31] Pada ayat ini dan setelahnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan contoh luasnya sifat-sifat-Nya untuk mengajak hamba-hamba-Nya mengenal dan mencintai-Nya serta mengikhlaskan ibadah kepada-Nya. Disebutkan dalam ayat di atas meratanya kerajaan-Nya, dan bahwa semua yang ada di langit dan di bumi –hal ini mencakup alam bagian atas dan alam bagian bawah- adalah milik-Nya, Dia bertindak terhadap mereka dengan hukum-hukum kerajaan-Nya, Dia menetapkan dengan hukum qadari-Nya (terhadap alam semesta), hukum perintah-Nya, dan hukum jaza’i (pembalasan)-Nya. Semuanya adalah hamba dan milik-Nya, diatur dan ditundukkan-Nya, dan mereka tidak memiliki kerajaan sedikit pun.
[32] Yakni milik-Nya, ciptaan-Nya, dan hamba-Nya, oleh karenanya tidak ada yang berhak disembah selain-Nya.
[33] Dia Mahakaya sehingga tidak butuh kepada apa yang dibutuhkan oleh makhluk-Nya, dan bahwa amal para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan orang-orang salih tidaklah memberikan manfaat sedikit pun bagi Allah, bahkan hanya bermanfaat bagi pelakunya. Dia tidak butuh kepada mereka dan tidak butuh kepada amal mereka. Oleh karena Dia Mahakaya, maka Dia mengkayakan dan memberikan kecukupan di dunia dan akhirat.
[34] Dia Maha Terpuji, pujian bagi-Nya termasuk yang lazim (mesti) pada zat-Nya, sehingga Dia tidak dipuji kecuali dengan pujian dari berbagai sisi, Dia Maha Terpuji pada zat-Nya dan Maha Terpuji pada sifat-Nya. Setiap sifat di antara sifat-Nya berhak mendapatkan pujian yang paling sempurna, karena sifat-Nya adalah sifat keagungan dan kesempurnaan, semua perbuatan dan ciptaan-Nya terpuji, semua perintah dan larangan-Nya terpuji, semua keputusan-Nya pada hamba atau antara hamba, di dunia dan di akhirat adalah terpuji.
[35] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan tentang luasnya kalimat-Nya dan besarnya ucapan-Nya dengan penjelasan yang meresap ke hati, setiap akal akan takjub kepadanya, hatinya pun akan terpukau olehnya, dan bahwa orang-orang yang berakal dan berpengetahuan akan melayang untuk mengenal-Nya.
[36] Yang dimaksud dengan kalimat Allah ialah firman dan ucapan-Nya yang tidak habis-habisnya. Karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang pertama tanpa ada permulaan dan yang terakhir tanpa ada kesudahan. Dia senantiasa berbicara dengan apa yang Dia kehendaki apabila Dia menghendaki, sehingga tidak ada batas terhadap firman-Nya tentang yang telah lalu dan yang akan datang, jika ditaqdirkan pohon dan lautan digunakan untuk mencatat kalimat Allah, maka tidak akan habis. Hal bukanlah berlebihan yang tidak ada hakikatnya, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengetahui bahwa akal tidak mampu meliputi sebagian sifat-Nya, dan Dia mengetahui bahwa pengenalan terhadap-Nya oleh hamba-hamba-Nya adalah nikmat yang paling utama yang dikaruniakan-Nya kepada mereka, keutamaan yang paling besar yang mereka peroleh, namun pengenalan itu tidak mungkin diketahui sesuai keadaan-Nya, akan tetapi karena jika tidak dapat dicapai secara keseluruhan, maka tidak ditinggalkan seluruhnya (bahkan sebagiannya) perlu dicapai, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingatkan dengan pengingatan yang membuat hati mereka bersinar, dada mereka menjadi lapang, dan dengan yang mereka capai itu, mereka dapat mengambil dalil terhadap yang belum mereka capai, mereka berkata sebagaimana yang dikatakan orang utama dan alim mereka, “Kami tidak dapat menjumlahkan pujian untuk-Mu. Engkau sebagaimana yang telah Engkau puji diri-Mu.” Oleh karena itu, keadaannya lebih agung dari itu. Permisalan ini termasuk mendekatkan makna yang tidak dapat dicapai oleh pikiran, karena maksudnya pohon-pohon meskipun jumlahnya lebih dari yang disebutkan, demikian pula lautan, maka ia tetap akan habis pula. Adapun kalimat Allah, maka tidak akan habis, dalil naqli dan aqli menunjukkan demikian. Segala sesuatu akan habis dan terbatas kecuali Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan sifat-Nya. Jika terbayang dalam pikiran tentang hakikat awalnya Allah dan akhir-Nya, dan bahwa awal itu adalah apa yang diduga pikiran berupa waktu-waktu sebelumnya, namun Allah Subhaanahu wa Ta'aala sebelum itu tanpa batasnya, dan meskipun pikiran manusia, bahwa yang akhir itu adalah zaman-zaman terakhir, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala setelah itu tanpa ada batasan. Allah Subhaanahu wa Ta'aala pada setiap waktu memutuskan, berbicara, berfirman, berbuat bagaimana saja yang Dia kehendaki, dan jika Dia mengingikan sesuatu, maka tidak ada yang menghalangi ucapan dan perbuatan-Nya, jika akal manusia membayangkan, maka ia akan mengetahui bahwa permisalan yang Allah buat untuk kalimat-Nya adalah agar hamba mengetahui sebagian darinya, karena perkara yang sebenarnya lebih agung dan lebih besar lagi.
[37] Tidak ada yang dapat melemahkan-Nya. Dia memiliki keperkasaan semuanya, di mana tidak ada kekuatan di alam bagian atas maupun bagian bawah kecuali berasal dari-Nya. Dia memberikannya kepada makhluk-Nya, dan tidak ada daya dan pertolongan kecuali dari-Nya. Dengan keperkasaan-Nya, Dia kalahkan semua makhluk, bertindak terhadap mereka dan mengatur mereka. Dengan hikmah-Nya, Dia menciptakan makhluk, dan Dia memulainya dengan hikmah serta menjadikan akhir dan maksudnya karena hikmah, demikian pula perintah dan larangan, ada dengan hikmah, dan maksudnya pun hikmah (kebijaksanaan); Dia Mahabijaksana dalam ciptaan-Nya dan perintah-Nya.
[38] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keagungan kekuasaan dan kesempurnaan-Nya, dan bahwa hal itu sulit dibayangkan oleh akal, tetapi segala sesuatu adalah mudah bagi-Nya.
[39] Karena cukup dengan kata, “Kun” (jadilah), maka jadilah ia. Hal ini merupakan sesuatu yang mengherankan akal, karena Dia mencipta semua makhluk meskipun banyak, dan membangkitkan setelah mati setelah terpisah-pisah dalam satu kejapan mata saja, seperti Dia menciptakan satu jiwa saja. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menganggap mustahil kebangkitan dan pembalasan terhadap amal, pengingkaran terhadapnya hanyalah disebabkan kebodohannya terhadap keagungan Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
[40] Ayat ini juga menerangkan keesaan-Nya dalam mengatur dan bertindak, Dia memasukkan malam ke dalam siang dan siang ke dalam malam, yakni jika salah satunya masuk, maka yang lain pergi. Demikian pula Allah Subhaanahu wa Ta'aala menundukkan matahari dan bulan, keduanya berjalan secara teratur, tidak kacau sejak keduanya diciptakan untuk menegakkan maslahat hamba, baik agama maupun dunia mereka, di mana mereka dapat mengambil pelajaran dan manfaat darinya.
[41] Yaitu hari Kiamat. Ketika tiba hari Kiamat, maka keduanya berhenti beredar, matahari akan digulung dan bulan pun dihilangkan cahayanya, kehidupan dunia berakhir dan kehidupan akhirat telah dimulai.
[42] Tidak samar bagi-Nya perbuatanmu baik atau buruk meskipun kecil, Dia akan memberinya balasan, dengan memberikan pahala kepada orang yang berbuat kebaikan dan memberikan hukuman kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.
[43] Dia telah menerangkan sebagian di antara keagungan dan sifat-sifat-Nya.
[44] Maksudnya, zat-Nya hak (benar), sifat-Nya hak, agama-Nya hak, para rasul-Nya hak, janji-Nya hak, ancaman-Nya hak, dan beribadah hanya kepada-Nya itulah yang hak.
[45] Baik zatnya maupun sifatnya. Kalau Allah tidak mewujudkannya, tentu ia tidak ada. Oleh karena ia adalah batil, maka menyembahnya adalah kebatilan yang paling batil.
[46] Zat-Nya Mahatinggi di atas semua makhluk, sifat-Nya pun tinggi, sehingga tidak bisa dibandingkan dengan sifat makhluk, Dia berada di atas makhluk-Nya dan mengungguli mereka.
[47] Dia memiliki kebesaran baik zat-Nya maupun sifat-Nya. Dia pun dibesarkan dan diagungkan di hati para penduduk langit dan bumi.
[48] Yakni tidakkah engkau memperhatikan di anatar atsar (pengaruh) qudrat (kekuasaan)-Nya, rahmat-Nya dan perhatian-Nya kepada hamba-hamba-Nya, Dia menundukkan lautan sehingga kapal dapat berlayar di sana dengan perintah qadari-Nya, dengan kelembutan dan ihsan-Nya.
[49] Di sana terdapat manfaat dan pelajaran.
[50] Dari maksiat kepada Allah.
[51] Mereka yang bersabar terhadap musibah dan bersyukur terhadap kenikmatan itulah yang dapat mengambil manfaat dari ayat-ayat-Nya.
[52] Yakni orang-orang kafir.
[53] Selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keadaan manusia ketika menaiki kapal, lalu mereka diterjang oleh ombak besar, maka ketika itu mereka berdoa kepada Allah saja, tetapi setelah Allah menyelamatkan mereka, maka mereka terbagi menjadi dua bagian; ada yang bersikap pertengahan, yakni mereka tidak bersyukur kepada Allah secara sempurna, tetapi mereka dalam keadaan berdosa dan menzalimi diri mereka, dan ada pula yang kufur kepada nikmat Allah lagi mengingkari nikmat itu. Ada pula yang mengartikan “sikap pertengahan”, bahwa di antara mereka ada yang mengakui keesaan Allah, dan di antara mereka ada yang tetap di atas kekafirannya.
[54] Termasuk di antaranya adalah penyelamatan-Nya dari ombak yang besar.
[55] Dia mengkhianati perjanjian dengan Tuhannya, di mana dia berjanji bahwa jika Allah menyelamatkannya, dia akan bersyukur dan akan mengesakan-Nya. Tetapi, ternyata dia tidak memenuhi janjinya.
[56] Padahal tidak ada sikap yang pantas dilakukan bagi orang yang telah diselamatkan Allah selain bersyukur.
[57] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan manusia untuk bertakwa kepada-Nya, yaitu dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, menyuruh mereka untuk memperhatikan hari Kiamat, hari yang sangat dahsyat, di mana pada hari itu tidak ada yang dipikirkannya selain dirinya. Dia mengingatkan mereka tentang hari itu agar membantu seorang hamba dan memudahkannya dalam mengerjakan ketakwaan. Ini termasuk rahmat Allah kepada hamba-Nya, Dia memerintahkan mereka bertakwa yang di sana terdapat kebahagiaan bagi mereka dan menjanjikan pahala untuk mereka, demikian pula mengingatkan mereka agar berhati-hati terhadap siksa-Nya, serta menyadarkan mereka dengan nasehat dan hal-hal yang menakutkan, maka segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin.
[58] Yakni masing-masing tidak dapat menambahkan kebaikan atau mengurangi keburukan bagi yang lain.
[59] Oleh karena itu, janganlah kamu ragu terhadapnya dan jangan mengerjakan amal orang yang tidak membenarkan janji-Nya.
[60] Yaitu perhiasannya, kemewahannya, dan berbagai hal yang menggoda di dalamnya sehingga berpaling dari jalan Islam.
[61] Setan senantiasa menipu manusia, dan tidak lengah terhadapnya dalam semua waktu. Manusia berkewajiban memenuhi hak Allah, dan Dia berjanji akan memberi balasan kepada mereka, namun apakah mereka memenuhi hak-Nya atau tidak? Hak-Nya adalah diibadahi. Hal ini adalah sesuatu yang perlu diingat manusia dan dijadikannya di hadapan matanya serta tujuan dalam melanjutkan langkahnya. Di antara sekian penghalang yang menghalangi seseorang dari beribadah adalah dunia dan setan yang menipu yang membisikkan ke dalam hati manusia dan menjadikan manusia memiliki angan-angan yang panjang dan tinggi, maka dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengingatkan hamba-hamba-Nya agar tidak terpedaya oleh kehidupan dunia dan oleh setan.
[62] Karena penangguhan waktu dari-Nya.
[63] Telah jelas, bahwa ilmu Allah meliputi yang gaib dan yang tampak, yang zahir (tampak) maupun yang batin (terrsembunyi). Kelima perkara yang disebutkan dalam ayat di atas adalah perkara gaib yang disembunyikan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, sehingga tidak diketahui oleh nabi, malaikat yang dekat maupun manusia.
[64] Yakni kapan terjadinya.
[65] Dia sendiri yang menurunkannya, dan mengetahui kapan turunnya.
[66] Dia yang menciptakannya, dan Dia yang mengetahui hal yang terjadi padanya, apakah nantinya dia akan menjadi orang yang berbahagia atau sengsara, dst. Jika ada yang berkata, “Bukankah dengan alat canggih sudah dapat diketahui keadaan janin, apakah ia laki-laki atau perempuan?” Maka jawabnya adalah, bahwa ayat tersebut menggunakan lafaz “maa” (apa), bukan “man” (siapa) yang menunjukkan laki-laki atau perempuan, maka perhatikanlah.
[67] Maksudnya, manusia itu tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, Namun demikian mereka diwajibkan berusaha.
[68] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan secara khusus lima perkara gaib, maka Dia mengumumkan pengetahuan-Nya, bahwa pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.
[69] Dia mengenal yang tersembunyi sebagaimana Dia mengenal yang zahir (tampak). Di antara hikmah-Nya yang sempurna adalah Dia menyembunyikan kelima perkara ini karena dalam menyembunyikannya terdapat maslahat sebagaimana telah diketahui dengan jelas bagi orang yang memikirkannya.
Selesai tafsir surah Luqman dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wal hamdulillahi rabbil ‘aalamiin.